hover animation preload

Liburan Idola Cilik 3
by Risma Effendi in

Keenam finalis Idola Cilik 3 siap nyebur! Foto: dok.kidnesia

Matahari bersinar cerah. Secerah suasana hati finalis Idola Cilik 3 (Icil) yang ikut di hari itu. Mereka adalah Nyopon, Nova, Alvin, Lintar, Rio, dan Oji.

Keenam finalis sudah siap dengan tas yang terpasang di punggung. Isi tas mereka penuh dengan makanan. Tak sabar, mereka pun bergegas menuju pintu masuk Water Bom, Pantai Indah Kapuk, Jakarta.

Walaupun panas menyengat, semangat bermain para finalis tetap membara. Nyopon, misalnya, finalis yang baru saja keluar dari pentas di hari Minggu (13/3), langsung menceburkan diri. Tidak kelihatan raut sedih di wajahnya.

Kekalahan itu enggak jadi beban bagi Nyopon. Yang ada, ia ingin segera menyelam. Rasanya, ia tidak mau kalah disebut sebagai anak nelayan. Bahkan saking senangnya, Nyopon berenang tanpa pelampung.

Segeernya, bermain di bawah air mancur. Foto: dok.kidnesia

Hehehe, alhasil, Nyopon pun ditegor oleh petugas, karena memang di beberapa wahana diwajibkan menggunakan pelampung atau ban.

Yah, Nyopon, boleh aja enggak pake pelampung tapi kalau kamu berenang di laut, yah. Hihihi...

Siang itu, Senin (15/3), enam finalis Icil 3 diberikan bonus untuk libur dari latihan rutin. Makanya, mereka diajak ke Waterbom. Wah, senang sekali dong?

Oh, iya mereka juga ditemani juga oleh beberapa wartawan. Yah, namanya juga idola cilik, harus siap dimanapun untuk diburu oleh wartawan sekalipun sedang berlibur. Hehehe...

Acara jalan-jalan kali ini, adalah yang ketiga kalinya, loh. Sebelumnya, mereka berlibur di The Jungle, Bogor dan Dunia Fantasi, Jakarta.

Walaupun basah-basahan tetep gaya saat difoto, hehehe. Foto: dok.kidnesia

Setiap kali jalan-jalan, punya kesan yang berbeda bagi para finalis Icil 3. Begitupula yang dirasakan Alvin. "Aku seneng sih, ke Waterbom cuma ada yang kurang, nih. Kurang seru karena enggak ada Daus," cerita Alvin.

Nova, finalis asal Medan membenarkan apa yamg diceritakan Alvin, ia juga merindukan Daus.

Menurutnya, Daus itu sosok yang ceria dan bikin suasana tambah ramai. Walaupun begitu Nova dan finalis lainnya, tetap menikmati serunya wahana air di Waterbom.

Wah, Oji meluncur paling pertama. Foto: dok.kidnesia

Adu Keberanian

Ssst, tau enggak, keenam finalis saling adu keberanian! Mereka harus meluncur di atas ketinggian 15 meter. Hiiii, tinggi banget!!!

Dan, ternyata hanya Alvin, Oji dan Lintar yang berani nyoba wahana mengerikan itu. Bagaimana dengan Nova, Nyopon, dan Rio? Mereka kabur dari wahana itu! Hahaha kocak banget!

Ada juga nih cerita seputar Rio. Awalnya, Rio sempet ogah-ogahan nyebur! Sepertinya, dia belum berani kayak finalis yang lain.

Tapi, lama-lama, Rio enggak tahan juga melihat aksi seru teman-temannya. Dan, byuuur Rio pun bergabung ke kolam. Nah, gitu dong Rio!

Mendengar cerita liburan finalis Icil 3, jadi kepengen ikut berenang! Hihihi. Habis seru banget! Oh iya, jangan lupa yah, ikuti terus perkembangan Icil 3 setiap hari Sabtu pukul 13.00 dan Minggu pukul 14.30.

Comments (0)

Sejarah Agama islam di Indonesia | Kerajaan Aceh Darussalam
by Risma Effendi in


Sejarah

Sejarah Islam, Kesultanan aceh berdiri pada tahun 1514, terletak di ujung utara pulau Sumatra. Pendirinya adalah sultan Ali Mughayat Syah yang bertakhta dari tahun 1514 – 1530. Pada tahun 1520, beliau memulai kampanye militernya untuk menguasai bagian utara Sumatra. Dalam sejarah ini Kampanye pertamanya dilakukan di Daya, di sebelah barat laut, yang menurut Time Pires belum mengenal islam. Selanjutnya, Ali mughayat Syah melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas.

Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut, didirikannya banyak pelabuhan. Penyebrangan ke Deli dan Aru adalah perluasan daerah terakhir yang dilakukan oleh sultan Ali Mughayat. Sultan juga mampu mengusir garnisun POrtugis dari daerah Deli, yang meliputi Pedir dan Pasai. Namun saat penyebrangan terhadap Aru (1824), tentara Ali Mughayat dapat dikalahkan oleh Armada Portugis. Selain mengancam portugis sebagai pemilik kekuatan militer laut di kawasan itu, aksi militer Sultan Ali Mughayat Syah ternyata juga mengancam Kesultanan Johor. Pada tahun 1521 kesultanan Acehdiperluas sampai Pidie, dan pada tahun 1524 ke pasai dan Aru, kemudian menyusul Perlak, Tamiang, dan Lamuri. Kesultanan Aceh Darusalam merupakan kelanjutan dari kesultanan Samudra pasai yang hancur pada abad ke 14. Ada beberapa versi sejarah lain mengenai terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut Hikayat Aceh, Aceh Darusalam adalah persatuan dua kerajaan yang masing-masing diperintah oleh Sultan Muzaffar Syah (Pidie) dan raja Inayat Syah (Aceh Besar), dua orang bersaudara. Suatu saat pecah peperangan antara keduanya, dan dimenangi oleh Muzaffar Syah. Dia menyatukan Pidie dan Aceh Besar, lantas memberinya nama Aceh Darussalam. Kesultanan Aceh Darussalam membawahkan enam kerajaan kecil; kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Tamiang, Kerajaan Pidie, Kerajaan Indrapura, dan Kerajaan indrajaya. Kitab Bustanus Salatin, kitab kronik raja-raja aceh, menyebut Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan aceh yang pertama. Ia mendirikan Kesultanan Aceh dengan menyatukan beberapa kerajaan kecil tersebut. Pusat kesultanan adalah . Banda Aceh, yang juga disebut Kuta Raja.

Banda Aceh sebagai Bandar niaga tidak terlalu kecil untuk pelabuhan kapal-kapal besar pada abad ke 16. pelabuhan banda aceh mudah dirapati oleh berbagai jenis kapal dagang. Maka, aceh pun semakin ramai. Apalagi sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis, para saudagar muslim lebih memilih berlabuh di Banda Aceh. Tak hanya pedagang Muslim, pedagang asing non portugis pun juga turut meramaikan pelabuhan Banda Aceh, sehingga kesultanan Aceh mendapatkan banyak keuntungan. Dalam sejarah selama masa pemerintahannya, kesultanan Aceh telah diperintah oleh banyak sultan. Mereka adalah - Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1530) - Sultan Salahuddin (1530 – 1538) - Sultan Alauddin Ri’ayat syah Al-Qahhar (1538 – 1571) - Sultan Husain (1571 – 1579) - Sultan Muda (masih kanak-kanak) (1579, hanya beberapa bulan) - Sultan Sri Alam (1579) - Sultan Zainul Abidin (1579) - Sultan Buyung (1586 – 1588) - Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayid al-Mukammal (1589 – 1604) - Sultan Ali R’ayat Syah (1604 – 1607) - Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636) - Sultan Iskandar Tsani (1636 – 1641) - Sultanat Safiatuddin Tajul Alam (1641 – 1675) - Sultanat Naqiyatuddin Nurul Alam (1675 – 1678) - Sultanat Inayat Syah (1678 – 1688) - Sultanat Kamalat Syah (1688 – 1699) - Sultan Badrul Alam Syarif hasyim jamaluddin (1699 – 1702) - Sultan Perkasa Alam syarif Lamtury (1702 – 1726) - Sultan Jauharul Alam badrul Munir (1703 – 1726) - Sultan Jauharul Alam Aminuddin (hanya beberapa hari) - Sultan Syamsul Alam (hanya beberapa hari) - Sultan Johan (1735 – 1760) - Sultan Mahmud Syah (1760 – 1781) - Sultan Badruddin (1764 – 1765) - Sultan Sulaiman Syah (1773) - Sultan Alauddin Muhammad (1781 – 1795) - Sultan Alauddin Jauharul Alam (1795 – 1815) - Sultan Saiful Alam (1815 – 1818) - Sultan Jauharul Alam (1818 – 1824) - Sultan Muhammad Syah (1838 – 1870) - Sultan Mansyur Syah (1838 – 1870) - Sultan Mahmud Syah (1870 – 1874) - Sultan Muhammad Daud Syah (1878 – 1903)

Pada tahun 1521, kesultanan Aceh di serah oleh armada Portugis yang dipimpin oleh Jorge D. Britto. Akan tetapi, serangan itu dapat dipatahkan oleh sultan Ali Mughayat Syah. Pada tahun 1530, Ali Mughayat Syah meninggal dunia, lalu tahta Aceh Darussalam dipegang oleh putra sulungnya, Sultan Salauddin. Pada masa Salahuddin, tepatnya pada tahun 1537, Aceh Darussalam Aceh melancarkan serangan ke malaka yang dikuasai protugis. Sayang sekali, sultan Salahduddin dipandang bersikap terlalu lunak dengan memberi peluang kepada misionaris portugis untuk bekerja di tengah-tengah batak di daerah pantai timur sumatra. Ia juga dipandang kurang memperhatikan urusan Pemerintahan. Maka kemudian Salahuddin diganti oleh saudara, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Qahhar, pada tahun 1538. Pada masa pemerintahan sultan Alauddin al-Qahhar, kesultanan Aceh menyerang malaka sebanyak dua kali, yaitu pada tahuhn 1547 dan 1568. menurut Musafir portugis, Mendez Pinto, pasukan aceh kala itu memiliki tentara dari berbagai negara, diantaranya dari Turki, Cambay dan malabar. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan diplomatik yang baik telah dijalankan oleh sultan Alauddin al-Qahhar. Bukti lain tentang hubungan diplomatik yang baik telah dijalankan oleh sultan Alauddin al-Qahhar. Bukti lain tentang hubungan diplomatik tersebut adalah kabar bahwa Sultan juga mengirism utusan diplomatik ke luar negeri.

Misalnya pada tahun 1562 utusan dikirim ke istambul untuk membeli meriam dari sultan Turki. Sultan Alauddin al-Qahhar pun mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia untuk menyebarkan risalah Islam, membawa para ulama ke pedalaman Sumatra, mendirikan pusat Islam di ulakan, serta membawaislam ke minangkabau dan indrapura, sultan al-Qahhar meninggal dunia pada tanggal 28 September 1571.

Menyusul meninggalkanya sultan Alauddin, terjadilah ketegangan dalam proses pergantian kekuasaan, hingga kemudian seorang ulama tua bernama Sayyid al-Mukammil disepekati menjadi raja. Kemudian pada masanya, Ali R’ayat Syah muncul menggantikan al-Mukammil. Pada tahun 1607, aceh diserbu Portugis. Sultan Ali Ri’ayat syah gugur dalam serbuan itu. Untunglah kemudian seorang pemuda yang cemerlang muncul mengatasi keadaan. Dialah Iskandar muda, keponakan Sultan. Iskandar muda bangkit memimpin perlawanan, hingga mampu menendang Portugis keluar dari Aceh Darussalam. Kitab Bustanun Salatin menyebutkan bahwa kemudian Iskandar Muda dinobatkan sebagai sultan pada 6 Dzulhijjah 1015, atau awal April 1607. Iskandar muda merupakan sosok yang tegas dan keras. Para bangsawan kerajaan dikontrolnya dengan ketak. Mereka diharuskan ikut melaksanakan tugas jaga malam di istana setiap tiga hari sekali, tanpa membawa senjata. Setelah semua terkontrol, iskandar muda memegang kendali produksi beras. Di masanya, kesultanan Aceh Darussalam mengekspor beras ke luar wilayah. Sultan memperketat pajak kelautan bagi kapal-kapal asing, mengatur pajak perniagaan, bahkan juga mengenakan pajak untuk harta kapal haram. Dalam bidang militer, iskandar muda membangun angkatan perang yang sangat kuat. Seorang asing bernama Beaulieu mencatat jumlah pasukan darat Aceh sekitar 40 ribu orang. Untuk armada laut diperkirakan memiliki 100 – 200 kapal, diantaranya kapal selebar 30 meter dengan awak 600 – 800 orang yang dilengkapi dengan tiga meriam. Ia juga mempekerjakan seorang asing kulit putih sebagai penasehat militer, yang mengenalkan teknik perang bangsa eropa. Diperkirakan, penasehat tersebut berasal dari Prancis. Dengan kekuatan militer yang begitu ampuh, aceh menjebol benteng Deli. Beberapa kerajaan lain juga ditaklukkan, seperti Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619), Serta Tuah (1620).

Kesultanan Aceh mengalami zaman keeemasan pada periode kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636). Sebagaimana telah disebutkan, Iskandar Muda berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari tanah Aceh. Permusuhan Aceh dengan portugis tidak berhenti di situ saja. Sebab pada masa kepemimpinannya Iskandar muda pula, Aceh Darussalam menyerbu portugis di selat malaka. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Portugis di Malaka. Dengan armada yang terdiri atas ratusan kapal perang dan puluhan ribu tentara laut, Aceh menghantam Portugis. Serangan dilakukan dalam upaya memperluas pengaruh politik dan perdagangan Aceh atas selat Malaka dan Semenanjung Melayu. Sayang sekali, meski aceh telah berhasil mengepung malaka dari segala penjuru, penyerangan ini berhasil ditangkis Portugis. Selain dalam bidang militer, aceh pada zaman Iskandar Muda juga berjaya di lapangan ilmu pengetahuan. Dalam sastra dan ilmu agama, aceh melahirkan beberapa ulama ternama. Dua yang menonjol adalah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Keduanya merupakan ilmuwan-ilmuwan yang mendalami ilmu-ilmu tasawuf atau mistik islam. Iskandar Muda meninggal dunia pada 29 rajab 1046 H atau 27 Desember 1636. dua tahun sebelumnya, iskandar muda telah menunjuk Iskandar Tsani sebagai penggantinya. Sang pengganti tersebut adalah menantu iskandar muda. Sebelum mengangkat menantunya itu, Iskandar Muda terlebih dahulu memerintahkan agar anaknya sendiri (yang berkah menjadi sultan) untuk dibunuh. Sultan Iskandar Tsani (1634 – 1641) berperangai lebih lembut dari pada pendahulunya, dan tidak memrinah dengan tangan besi. Iskandar muda lebih menitik beratkan pembangunan negerinya pada masalah keagamaan ketimbang kekuasaan. Begitu pula istrinya, Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah (1641 – 1675), yang menjadi pengganti Iskandar Tsani setelah suaminya itu wafat. Pada awal pemerintahan Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, kegemilangan Aceh di bidang politik, Ekonomi dan militer mulai menurun. Sebab, sebagian orang tidak cukup senang dengan kepemimpinan perempuan. Sehingga, kekuasaan para uleebalang (hulubalang) juga meningkat karenanya. Setelah Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, tiga perempuan memegang kendali kerajaan Aceh. Mereka Sultanah Nurul Alam Zakiatuddin Syah (1675 – 1677), Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677 – 1688), dan Ratu Kamalat (1688 – 1699). Saat kesultanan Aceh dipimpin oleh sultan Iskandar Tsani, di Aceh tinggal ulama Asal Gujarat, yakni Syekh Nuruddin ar-Raniri. Ulama ini menulis kitab Siratal Mustaqim, mengenal ibadah dalam islam. Atas permintaan sultan, ia menulis pula kitab Bustanus Salatin, yang menjadi karya terpopulernya. Atas perlindungan Sultan Iskandar Tsani, Nuruddin ar- Raniri menyatakan terlarangnya ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Menurut fatwa Nuruddin, pemahaman keagamaan hamzah dan Syamsuddin tidak sesuai dengan ajaran islam yang asli. Lebih jauh lagi, Nuruddin ar-Raniri memimpin pembakaran buku-buku karya kedua ulama pendahulunya itu. Saat tahta sultan Iskandar Tsani beralih ke Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, Nuruddin ar-Raniri meninggalkan Aceh.

Posisinya sebagai ulama besar kerajaan digantikan oleh Abdurrauf as-Singkeli. Ulama ini juga dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Sultanah, pada tahun 1663 Abdurrauf as-Singkeli menulis kitab Mir’at at-Tullab fi tahsil Ma’rifat Ahmad asy Syari’iyyah li al Malik Wahhab atau cermin bagi mereka yang menuntut ilmu Fikih pada memudahkan mengenal segala hkum Syara Allah. Mengiringi penulisan kitab-kitab karya Abdurrauf, Sultanah Taju al-Alam juga menggalakkan pendidkan Agama Islam melalui Jamiah Baiturrahman di banda Aceh, dan mengirim Al-Qur’an serta kitab-kitab karangan ulama aceh kepada raja-raja ternate, Tidore, dan Bacan di Maluku, selain mengirimkan pula guru-guru agama Islam. Sultanah berikutnya adalah Sri Ratu Niqiyatuddin Nurul Alam, kemudian inayat syah, dan terakhir Kamalat Syah. Pada tahun 1699, pemerintahan sultanah atau sultan perempuan dihentikan. Sebab yang melatarbelakanginya cukup serius, yakni fatwa dari Mekah yang menetapkan bahwa syariat islam melarang wanita untuk memerintah negara. Kesultanan aceh pada permulaan abad ke 18 mengalami serangkaian perebutan tahta.

Beberapa sultan yang saling bersaing berasal dari golongan Sayid, yaknik keturunan Fatimah binti Nabi Muhammad SAW, yang lahir di Aceh. Salah satu Sayid yang menjadi sultan adalah Jamalul Alam badrul Munir, yang memerintah pada tahun 1703 – 1726. sultan ini dijatuhkan pada tahun 1726, lalu setelahnya melancarkan perlawanan terhadap sultan-sultan sesudahnya, termasuk Sultan Ahmad Syah (1727 – 1735) dan putranya, Sultan Johan (1735 – 1760). Jamalul Alam akhirnya meninggal dalam pertempuran melawan Sultan Johan. Di tahun 1816, Sultan Saiful Alam bertikai dengan Jauharul Alam Aminuddin. Jauharul Alam memenangi suksesi dan menjadi sultan Aceh dengan bantuan Inggris. Setelah itu, aceh mengikat perjanjian dengan Inggris yang diwakili oleh Thomas Stamford Raffles. Lewat perjanjian itu, inggris mendapat kesempatan berniaga di Kesultanan Aceh, dengan imbalan jaminan keamanan bagi Aceh dari Inggris. Perjanjian ini dibuat pada tanggal 22 April 1818. Pada tanggal 17 Maret 1824, Inggris dan belanda membnuat perjanjian di london yang antara lain berisi penghormatan kedaulatan aceh oleh pihak Belanda. Pada tanggal 2 November 1871 ditandatangani Traktat Sumatra, perjanjian baru antara belanda dan Inggris dengan membatalkan perjanjian London. Perjanjian ini memberi kebebasan bagi Inggris untuk mengembangkan kekuasaan di Malaya, dan bagi Belanda untuk memperluas kekuasannya di Sumatra.

Pemerintahan kesultanan Aceh terus berjalan. Namun, pamornya lambat laun menyurut. Pertikaian internal terjadi tak kunjung henti. Sementara, pusat kegiatan ekonomi dan politik bergeser ke selatan ke wilayah Riau – Johor – Malaka. Aceh baru muncul lagi dua abad kemudian, yaknik pada akhir abad 19. saat itu, belanda berusaha menguasai wilayah tersebut. Perlawanan para bangsawan Aceh pun terjadi. Sekali lagi, sejarah aceh diwarnai oleh kepemimpinan kaum perempuan, yakni melalui perlawanan Tjut Nya’ Dhien. Dengan alasan mengal

Comments (0)

MISTERI SEGITIGA BERMUDA
by Risma Effendi in

Tidak terasa,pembahasan mengenai misteri Segitiga “maut” Bermuda ini telah mencapai part ke-3 diblog saya.Sepertinya,salah satu misteri terbesar di dunia ini selalu menjadi suatu topik pembicaraan yang menarik bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai berbagai fenomena-fenomena misterius yang kerap terjadi di kawasan kematian tersebut.Berikut lanjutannya….. Salah satu misteri terbesar di perairan maut ini adalah hilangnya kapal berbendera Inggris Atalanta pada tahun 1880. Kapal itu meninggalkan Bermuda pada bulan Januari menuju Inggris dengan awak kapal yang terdiri dari 300 orang kadet dan perwira, dan tidak pernah terlihat lagi. Meskipun diadakan penjagaan ketat oleh sebuah armada besar kapal yang berlayar melintasi samudra dalam formasi dan jarak yang memungkinkan awak masing-masing kapal dpt saling melihat, tidak ada satu pun pecahan kapal, tiang atau sekoci penolong dari Atalanta yang pernah ditemukan. Namun terjadi kekecualian terjadi pada bulan Februari 1953, ketika kapal pengangkut barang yang menuju Jamaika dari York, Inggris, mengirim SOS sewaktu berada di Segitiga Bermuda. Setelah pesan itu tiba-tiba terhenti tanpa penjelasan, dilancarkanlah suatu pencarian, tetapi tidak ada apa-apa yang ditemukan. Kemudian ada laporan resmi dari London yang mengatakan, “penyebabnya tidak dapat dipastikan”.

Jumlah kehilangan yang luar biasa selalu terjadi menjelang Natal, dan para ahli belum mengetahui mengapa Segitiga itu menjadi semakin gawat setiap menjelang akhir tahun. Salah satu aspek yang paling membingungkan tentang kehilangan-kehilangan itu adalah kegagalan yang selalu dialami para pencari untuk menemukan jenasahnya. Biasanya satu atau lebih jenasah akan hanyut ke pantai setelah kecelakaan kapal, tetapi ini tidak pernah terjadi di Segitiga Bermuda. Karena kebanyak insiden yang terjadi dalam jarak yang memungkinkan untuk di lihat dari daratan, tidak adanya tubuh manusia yang ditemukan benar-benar membingungkan. Pada tahun 1965, sebuah pesawat Angkatan Udara C-119 lenyap sewaktu terbang dalam cuaca cerah dari LANUD AU Home-stead ke Grand Turk Island. Suatu pesan yang aneh dan kacau di terima oleh operator menara di Grand Turk hampir tepat pada saat pesawat itu mestinya sudah jatuh. Ada spekulasi bahwa salah satu UFO yang dilihat oleh Gemini IV mungkin telah memainkan peranan dalam hilangnya pesawat tersebut. Ada juga yang berpendapat bahwa penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Bermuda mungkin berupa belokan ruang, dan bahawa kapal-kapal yang hilang itu mungkin terperangkap dalam dimensi ke empat. Ada juga yang berspekulasi bahwa para awak kapal itu mungkin masih hidup, sama umurnya dengan ketika mereka pergi, dan akan dapat mengungkap rahasia apa yang ada di tepi, sebelah sana Segitiga Bermuda yang gelap itu.

Ada dua tempat di bumi di mana kompas menunjukkan ke arah utara yang benar di segitiga Bermuda dan wilayah lepas pantai Jepang yang di kenal dengan laut Setan, yang angka kehilangannya juga tinggi. Antara tahun 1950-1954 sekurang-kurangnya sembilan kapal lenyap di laut Setan. Kapal-kapal itu adalah kapal besar pengangkut barang dengan mesin-mesin dan radio berkekutan besar pula, bukan perahu-perahu kecil. Akan tetapi penemuan dan penyelidikan dari pemerintah Jepang menemukan bahwa di laut tersebut di ketemukan sebuah gunung api baru.
Yang kemudian laut tersebut ditutup dan diumumkan secara resmi sebagai laut berbahaya. Satu kapal penyelidik Jepang tenggelam dalam peristiwa penyelidikan ini. Angakatan Laut Amerika, dalam operasi yang dikelompok-kelompokkan yang dikenal sebagai Project Magnet, telah melakukan penyelidikan geomagnetis yang luas, yang memperbaharui banyak ukuran yang sudah berumur lebih dari 30 tahun. Diduga proyek tersebut juga melaksanakan tugas-tugas lain, termasuk pesan-pesan dari luar angkasa dan menyelidiki Teori “ikatan yang hilang”. Ada juga yang mengaitkan keberadaan Segitiga bermuda tersebut dengan keberadaan sebuah tempat yang bernama Atlantis. Kejadian-kejadian yang non supranatural, juga sering terjadi seperti badai yang aneh, arus ombak yang luar biasa di teluk yang berarus kencang, dan pergeseran dasar laut yang berubah dengan cepat. Tempat ini juga merupakan daerah yang sangat jarang karena ditempat inilah daya magnet bumi bagian utara bertabrakan dengan magnet kutub utara. Ini akan membuat seorang penerbang akan kliyengan kehilangan arah. Ratusan kapal laut sudah hilang tanpa jejak di wilayah kecil di lepas pantai Amerika. Wilayah itu sangat boleh jadi tempat pendaratan UFO yang penuh medan magnet, perusak kompas dan alat navigasi elektronik lainnya. Tapi mungkin juga lubang ruang waktu yang menyedot hilang semua materi, seperti black hole. Atau mungkin memang tempat pusaran air yang luar biasa besarnya. Apa pun teori penjelasan yang disusun, daerah itu tetap misterius.

Dulu ketika samudera masih diarungi para pelaut pemberani dengan kapal kayu, sudah ada yang menuturkan tentang suatu wilayah di Samudera Atlantik yang tidak beres. Itu Laut Sargaso yang kadang-kadang tidak ada anginnya yang bertiup sedikit pun sampai lama sekali, sehingga kapal layar zaman itu tidak maju-maju. Padahal laut penuh dengan ganggang raksasa yang daunnya mengapung seperti tangan-tangan ribuan ular naga. Tamatlah riwayat kapal yang terlalu lama mandek, karena sementara itu dindingnya sudah ditumbuhi ganggang raksasa berdaun seperti tangan-tangan ular naga. Akhir awak kapal kayu semacam itu ialah kelaparan dan mati pelan-pelan. Begitu pula dengan kapal hantu yang tetap mengapung di laut tetapi tidak ada seorang awak pun yang mengemudikannya.

Kapal itu mungkin sudah ditinggalkan oleh awaknya yang mencoba berenang mencapai pantai, tapi tidak berhasil. Sebab, tidak ada sisanya secuil pun. Kisah semacam itu tidak diragukan lagi hanya didengarkan (atau dibaca) sebagai legenda, tapi tidak dipercaya. Namun, anehnya sampai sekarang pun masih saja ada yang beredar, dan dibaca atau diperbincangkan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah. Kadang tentang kapal yang terbalik karena salah menempatkan muatan dalam palka kapal. Atau tentang kapal yang tiba-tiba kehilangan arah dalam cuaca yang tiba-tiba saja menjadi buruk, lalu tak dapat mengatasi musibah karena kondisi kapal memang buruk, kurang perawatan. Tetapi yang lebih aneh ialah, ada beberapa kapal modern yang sebenarnya sangat layak laut, namun begitu toh ditinggalkan juga oleh awak kapalnya. Tak seorang pun yang dapat ditemukan kembali. Pada bulan April 1925 misalnya, kapal pengangkut barang Raifuku Maru dari Jepang, yang boleh dikatakan sudah modern dilengkapi pemancar radio, dan sangat layak laut, cepat sekali tenggelam setelah mengirim berita, “Seperti pisau raksasa! Cepat tolong! Kami tak mungkin lolos!” Kapal itu ditelan ombak bersama seluruh awaknya. Tak ada yang tersisa. Bulan Oktober 1951, kapal tanker Southern Isles mengalami nasib serupa. Ketika berlayar dalam konvoi, tiba-tiba ia hilang sampai kapal-kapal yang lain hanya dapat melihat cahaya yang ditinggalkannya sedang tenggelam ke dasar laut. Kapal tanker kembarannya Southern Districts tenggelam dengan cara yang sama dalam bulan Desember 1954. Ia hilang tanpa meninggalkan SOS ketika berlayar melintasi wilayah yang tidak beres itu ke Utara menuju South Carolina. Itu beberapa kejadian yang mencolok untuk dicatat. Kejadian lain yang serupa tapi tak sama terlalu banyak untuk disebut satu per satu. Pesawat terbang juga ditelan. Tetapi yang paling mengerikan ialah hilangnya formasi lengkap 5 buah pesawat pelempar torpedo Grumman TMB-3 Avenger tanggal 5 Desember 1945.

Sebuah pesawat penyelamat yang ingin mencari sisa-sisanya pun ditelan ombak di “laut yang tidak beres” itu. Kisahnya tidak diolok-olok sebagai legenda lagi, tapi ditangani lebih serius. Jadi di kemudian hari tidak akan ada lagi yang mencoba-coba melewati daerah itu. Sejak itu, orang bicara ngeri tentang segi tiga maut Bermuda. Disebut segi tiga, karena setelah kelenyapan-kelenyapan kapal dan pesawat terbang itu diproyeksikan pada peta, ternyata semua berlangsung di suatu daerah berbentuk segi tiga, antara Kepulauan Bermuda, Puerto Rico, dan bagian selatan Florida. Cerita 5 buah pesawat pelempar torpedo Grumman TMB-3 Avenger tanggal 5 Desember 1945 yang misterius adalah pada waktu berangkat dari pangkalan udara Fort Lauderdale, di utara Miami, pada pukul 14.10 untuk latihan terbang ke arah timur sejauh 150 mil, lalu belok ke Utara sejauh 40 mil, dan akhirnya ke Barat Daya untuk kembali ke pangkalan lagi. Dalam perjalanan ada acara latihan menyerang beberapa bangkai kapal di pantai Kepulauan Great Sale Clay. Udaranya mula-mula cerah, dan penerbangan berjalan mulus. Tetapi pada pukul 15.45 komandan penerbangan Letnan Udara Charles Taylor, yang sudah mengantungi 2.500 jam terbang, melaporkan ke menara pangkalan, “Ini gawat, Pak! Kami sepertinya kehilangan arah! Tak ada daratan. Ulangi: tidak ada daratan!” Menara pengawas menanyakan posisi formasi pesawat, tapi Taylor menjawab, “Tak tahu persis di mana kami berada!”. “Terbanglah ke Barat!” perintah menara. Tapi kemudian lama sekali tidak ada kontak. Lalu ada percakapan simpang siur dari beberapa orang penerbang yang lain, “Kami tidak tahu di mana arah barat itu. Ada yang tidak beres ini. Semua terlihat aneh. Bahkan lautnya juga!” Sesudah sepi sejenak, komandan penerbangan menyerahkan komando kepada penerbang lain tanpa alasan yang jelas. Komandan baru ini melapor dengan suara setengah histeris, “Ya, Tuhan! Di mana kami ini! Mungkin kami sudah melewati Florida dan terbang di atas Teluk Meksiko!”. Pada saat itu komandan baru memutuskan untuk terbang kembali 180 derajat ke arah Florida lagi, tetapi dari kenyataan bahwa sinyal radionya makin lama makin lemah, diduga bahwa ia justru terbang lebih menjauhi pangkalan. Laporan terakhir yang dapat ditangkap ialah, “Nampaknya kami terbang memasuki air putih … … tamatlah kami!” Seorang penggemar radio SSB yang ikut mendengarkan percakapan itu menjelaskan lewat radionya, bahwa ia masih sempat mendengarkan kata-kata terakhir dari Letnan Taylor kepada para penerbang lain, “Jangan mengikuti saya! Sepertinya mereka datang dari angkasa luar!”.

Segera sesudah kontak dengan para penerbang itu putus, sebuah pesawat amfibi PBM-5 Martin Mariner mengangkasa untuk memberi pertolongan. Beberapa menit kemudian, pesawat ini melaporkan posisinya, tapi kemudian pemancarnya diam. Pesawat ini hilang juga bersama 13 awak pesawat. Tak berbekas seperti kelima pesawat Grumman yang hendak ditolong. Menurut saksi mata di atas kapal tanker Gaines Miles yang kebetulan berlayar di daerah itu, pesawat amfibi itu jatuh ke laut. Pada pukul 19.40 awak kapal tanker ini melihat ledakan dahsyat dengan kobaran api setinggi 30 m. Ketika kapal itu datang ke tempat kejadian, awaknya melihat kubangan minyak, tapi tak ada secuil pun sisa pesawat amfibi yang tampak. Apalagi orang. Dua puluh dua kapal angkatan laut, 300 pesawat terbang militer, dan sejumlah kapal selam kemudian dikerahkan untuk mencari sisa-sisa kecelakaan terbesar dalam abad ini. Hasilnya nol koma nol-nol. Penulis Amerika Charles Berlitz menjadi kaya karena bukunya yang meledak The Bermuda Triangle, terbitan Doubleday & Co, New York, tahun 1974. Sebanyak 18 juta jilid laku keras seperti pisang goreng. Berlitz mengemukakan dugaan, bahwa pesawat naas itu diserang makhluk angkasa luar dalam piring terbang bercahaya putih. Atau mungkin juga tersedot ke dalam lubang lorong waktu seperti hilangnya semua materi kalau masuk ke dalam black hole ruang angkasa. Itu semua jelas spekulasi, tetapi pada tahun 1974, masyarakat memang masih percaya pada spekulasi-spekulasi quasi ilmiah. Menurut para peneliti ilmiah yang menangani masalah ini, kompas para penerbang pesawat Grumman itu rusak, dan penerbangnya harus berjuang mengatasi keadaan dengan hanya mengandalkan pada penglihatan dan posisi matahari, untuk terbang lebih lanjut. Pada suatu saat mereka mengira terbang di atas kepulauan sebelah selatan Florida. Berdasarkan posisi yang salah ini mereka bernavigasi lebih lanjut. Tetapi sebenarnya mereka terbang zig-zag di utara Kepulauan Bahama, menuju ke Samudera Atlantik. Karena tangki bensinnya kemudian kosong, terjunlah mereka ke laut, dan hancur berkeping-keping. Kalaupun ada yang berhasil lolos dari maut ketika mendaratkan pesawatnya di permukaan air, ia jelas tidak dapat bertahan dalam air yang dingin, lalu tewas tenggelam.

Tetapi apa penyebab rusaknya kompas itu, dan mengapa itu terjadi di segi tiga Bermuda? Apakah ini berhubungan dengan air bercahaya putih yang dilaporkan oleh para penerbang, dan yang kemudian juga dilihat oleh para awak pesawat ruang angkasa Apollo 12? Menurut Bill Dillon dari U.S. Geological Survey, Woods Hole Field Center, air bercahaya putih itulah penyebabnya. Di daerah segi tiga maut Bermuda, tapi juga di beberapa daerah lain sepanjang tepi pesisir benua, terdapat “tambang metana”. Tambang ini terbentuk kalau gas metana menumpuk di bawah dasar laut yang tak dapat ditembusnya. Gas ini dapat lolos tiba-tiba kalau dasar laut retak. Lolosnya tidak kepalang tanggung. Dengan kekuatan yang luar biasa, tumpukan gas itu menyembur ke permukaan sambil merebus air, membentuk senyawaan metanahidrat. Peristiwa ini mirip dengan blow out yang sering terjadi pada pengeboran minyak bumi. Pada blow out di daratan, yang dibakar gas adalah udara yang tidak begitu menimbulkan malapetaka, kecuali kebakaran yang mudah dikendalikan. Tetapi di dasar laut segi tiga maut Bermuda? Kejadiannya menyangkut gas metana yang luar biasa banyaknya dalam air yang juga ratusan ribu ton. Air yang dilalui gas ini mendidih sampai terlihat sebagai “air bercahaya putih”. Blow out serupa yang pernah terjadi di Laut Kaspia sudah banyak menelan anjungan pengeboran minyak sebagai korban. Regu penyelamat yang dikerahkan tidak menemukan sisa sama sekali. Mungkin karena alat dan manusia yang menjadi korban tersedot pusaran air, dan jatuh ke dalam lubang bekas retakan dasar laut, lalu tanah dan air yang semula naik ke atas tapi kemudian mengendap lagi di dasar laut, menimbuni mereka semua.

Apakah kejadian serupa juga berlangsung di segi tiga maut Bermuda? Di daerah Blake Ridge, di lepas pantai South Carolina memang ditemukan senyawaan metanahidrat. Di laboratorium penelitian gerakan air British Institute of Oceanographic Sciences kemudian dilakukan percobaan dengan kapal miniatur yang dilanda air yang mendidih tiba-tiba. Kapal percobaan ini segera tenggelam karena berkurangnya daya apung yang tiba-tiba. Juga kapal penyelamat percobaan yang dikirim kemudian tenggelam dengan cara yang sama. Apakah dengan hasil percobaan itu misteri segi tiga maut Bermuda sudah terpecahkan? Belum juga! Bagaimana duduk perkaranya sampai pesawat terbang juga menjadi korban ledakan gas metana? Menurut Bill Dillon, pesawat yang terbang rendah memang dapat terpengaruh oleh pancaran air mendidih bercampur gas yang luar biasa kuatnya itu, lalu jatuh ke laut. Tetapi apakah yang menyebabkan kompas pesawat terbang Grumman itu tidak berfungsi? Jelas medan magnet, tapi dari apa? Apakah dari ledakan gunung di dasar laut? Ini masih tetap merupakan misteri yang saat ini belum terungkap karena miskin angka.

Comments (0)

SEJARAH KERAJAAN MALAKA
by Risma Effendi in


1. Sejarah

a. Pendiri

Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.

Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.

Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir pantai. Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia namakan Malaka.

Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya nama Malaka berasal dari bahasa Arab Malqa, artinya tempat bertemu. Disebut demikian, karena di tempat inilah para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan melakukan transaksi niaga. Demikianlah, entah versi mana yang benar, atau boleh jadi, ada versi lain yang berkembang di masyarakat.

b. Politik Negara

Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit.

Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459—1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka.

Pada tahun 1411, Raja Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan menterinya. Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di Cina, Raja Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini merupakan pertanda bahwa, hubungan antara kedua negeri tersebut terjalin dengan baik. Saat akan kembali ke Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah mendapat hadiah dari Kaisar Cina, antara lain ikat pinggang bertatahkan mutu manikam, kuda beserta sadel-sadelnya, seratus ons emas dan perak, 400.000 kwan uang kertas, 2600 untai uang tembaga, 300 helai kain khasa sutra, 1000 helai sutra tulen, dan 2 helai sutra berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan diperhitungkan.

Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.

Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaan-kerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran Laksamana Malaka Hang Tuah sangat besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan Cina.

c. Hang Tuah

Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan ibunya bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai petani dan penangkap ikan.

Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan. Bersama empat orang kawan seperguruannya, yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka berhasil menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat.

Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang Tuah sendiri kemudian diangkat menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.

Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki semboyan berikut.

1. Esa hilang dua terbilang
2. Tak Melayu hilang di bumi.
3. Tuah sakti hamba negeri.

Hingga saat ini, orang Melayu masih mengagungkan Hang Tuah, dan keberadaanya hampir menjadi mitos. Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh gaib. Dia meninggal di Malaka dan dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.

d. Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam

Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan mereka di kawasan timur semakin besar.

Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan, pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan ke Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada abad XI, mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami kemajuan.

Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.

Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.

Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).

Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain.

2. Silsilah

Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:

1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

3. Periode Pemerintahan

Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511. Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.

Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini. Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.

4. Wilayah Kekuasaan.

Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:

1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).

Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.

1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, S
iantan, dan Bunguran.

Comments (7)

Descriptive text
by Risma Effendi in


Borobudur


Borobudur is a ninth-century Mahayana Buddhis monument near Magelang, Central Java, Indonesia. The monument comprises six square platforms topped by three circular platforms, and is decorated with 2,672 relief panels and 504 Buddha statues.[1] A main dome, located at the center of the top platform, is surrounded by 72 Buddha statues seated inside perforated stupa.

The monument is both a shrine to the Lord Buddha and a place for Buddhist pilgrimage. The journey for pilgrims begins at the base of the monument and follows a path circumambulating the monument while ascending to the top through the three levels of Buddhist cosmology, namely Kāmadhātu (the world of desire), Rupadhatu (the world of forms) and Arupadhatu (the world of formlessness). During the journey the monument guides the pilgrims through a system of stairways and corridors with 1,460 narrative relief panels on the wall and the balustrades.

Evidence suggests Borobudur was abandoned following the fourteenth century decline of Buddhist and Hindu kingdoms in Java, and the Javaneseconversion to Islam.[2] Worldwide knowledge of its existence was sparked in 1814 by Sir Thomas Stamford Raffles, the then British ruler of Java, who was advised of its location by native Indonesians. Borobudur has since been preserved through several restorations. The largest restoration project was undertaken between 1975 and 1982 by the Indonesian government and UNESCO, following which the monument was listed as a UNESCO World Heritage Site.[3] Borobudur is still used for pilgrimage; once a year Buddhists in Indonesia celebrate Vesak at the monument, and Borobudur is Indonesia's single most visited tourist attraction.[4][5][6]

Comments (0)